Senin, 02 Januari 2012

Populasi Hutan Jati


Pascakemerdekaan, pengelolaan hutan jati di Jawa dialihkan kepada Jawatan Kehutanan. Jawatan tersebut kemudian berubah status menjadi PN (Perusahaan Negara) Perhutani pada 1963. Status PN itu berubah lagi menjadi Perum (Perusahaan Umum) Perhutani sembilan tahun kemudian.
Di masa kini, hutan-hutan jati terdiri atas hutan-hutan yang dikelola negara, dan hutan-hutan yang dikelola oleh rakyat. Umumnya, hutan-hutan jati dikelola dengan tujuan untuk produksi (hutan produksi), dengan beberapa perkecualian.
Hutan jati rakyat adalah salah satu bentuk hutan rakyat, yang umumnya dibangun di atas tanah milik dan dikelola dalam bentuk wanatani (agroforest).
Hutan jati di atas tanah negara, atau yang biasa disebut kawasan hutan negara, di Jawa pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani. Akan tetapi dengan dibangunnya berbagai taman nasional dalam duapuluh tahun belakangan, sebagian hutan-hutan jati yang berbatasan atau menjadi satu kesatuan dengan wilayah taman nasional, pengelolaannya diserahkan kepada pihak taman nasional yang bersangkutan. Tentu saja hutan itu kini tidak lagi untuk produksi, melainkan sebagai bagian dari hutan suaka alam.
Pada 2001, pemerintah mengubah Perhutani dari bentuk Perum menjadi PT (Perseroan Terbatas), yaitu badan usaha yang bertujuan mencari laba. Berbagai pihak yang berkepentingan menyatakan keberatan terhadap peraturan ini, mengingat pentingnya fungsi ekologis dan sosial hutan jati Jawa di samping nilai ekonominya.
Ada sekitar 20-25 juta jiwa, yaitu seperenam jumlah penduduk Pulau Jawa, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan Perhutani. Jumlah orang yang tak sedikit ini paling bergantung langsung pada keberadaan hutan jati di Pulau Jawa. Atas pertimbangan itu juga, pemerintah mengembalikan bentuk Perhutani sebagai Perum pada 2002.
Satuan wilayah pengelolaan hutan menurut Perum Perhutani, adalah unit (kurang-lebih setingkat dengan propinsi), kesatuan pemangkuan hutan (KPH, setingkat kabupaten), bagian KPH (BKPH, setingkat kecamatan), hingga resort pemangkuan hutan (RPH, setingkat desa). Akan tetapi tidak selalu persis demikian. Misalnya, KPH Banten terletak di bawah Unit III Jawa Barat, dan meliputi hutan-hutan di wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.
Di samping hutan jati, Perhutani juga mengelola hutan-hutan tanaman yang lain, seperti hutan mahoni (Swietenia spp.), hutan tusam (Pinus merkusii), hutan kayu putih (Melaleuca leucadendron), danhutan-hutan lindung.

Kehancuran hutan jati di Jawa
Seperti telah disebut, hutan jati di Pulau Jawa pernah mengalami kerusakan parah beberapa kali. Selain pada masa VOC, hutan jati di Jawa telah dikuras sepanjang pendudukan Jepang (1942-1945). Tingkat penebangan kayu jati mencapai dua lipat jumlah penebangan normal sebelumnya. Akibatnya, lahan seluas 500.000 hektar (17% luas hutan Jawa) menjadi rusak.
Jawatan Kehutanan merehabilitasi kerusakan lahan ini. Namun, setelah jawatan berubah menjadi PN Perhutani, masalah-masalah di lahan hutan jati negara di Jawa tidak berkurang. Pencurian kayu, pembakaran hutan, dan penggembalaan liar terus meningkat. Penanaman jati baru pun semakin sering gagal dan luas lahan tak produktif meningkat.
Lahan hutan Perhutani bahkan dijarah habis-habisan sepanjang 1998-2001. Penjarahan ini telah mengakibatkan kerusakan parah. Perum Perhutani melaporkan nilai kerugian besar sebagai berikut.
Tahun,, Besar Kerugian Batang Pohon, Nilai dalam Rupiah // Tahun 1999 : 3.179.973 Pohon , Rp.55.851.084.000 // Tahun 2000 : 2.574.948 Pohon , Rp.569.757.232.000 // Tahun 2001 : 2.675.161 Pohon , Rp.613.924.367.000 // Sumber: Statistik Perum Perhutani 1999-2003 (Perum Perhutani, 2004:186)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar